Rabu, 26 April 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Bidang kesehatan yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, yakni
antara lain bidang perumahsakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat
kesehatan dan asuransi kesehatan.
Di bidang
perumahsakitan misalnya, manajemen pelayanan kesehatan belum efisien. Mutunya
masih relatif rendah. Disinilah justru letak keunggulan rumah sakit swasta
asing yang telah terbiasa bekerja dengan sistem manajemen profesional.
Kehadiran rumah sakit swasta asing akan menguntungkan kelompok konsumen
tertentu karena mempunyai lebih banyak pilihan pelayanan kesehatan yang kian
bermutu, namun rumah sakit swasta nasional akan tersaingi dan kesenjangan
pelayanan kesehatan antara kelompok yang mampu dan yang kurang mampu akan
menjadi lebih lebar.
Oleh karena itu
upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah langkah terpenting untuk
meningkatkan daya saing usaha Indonesia di sektor kesehatan. Hal ini tidak
ringan karena peningkatan mutu tersebut bukan hanya untuk rumah sakit saja
tetapi berlaku untuk semua tingkatan pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas
Pembantu dan Puskesmas, baik di fasilitas pemerintahan maupun swasta.
Peningkatan
kualitas pelayanan adalah salah satu isu yang sangat krusial dalam manajemen,
baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini terjadi karena di
satu sisi tuntunan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari tahun
ke tahun menjadi semakin besar, sedangkan disisi lain, praktek penyelenggaraan
pelayanan tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Dalam
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diamanatkan bahwa Kesehatan merupakan
salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam
pasal 28 H ayat (1) : “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pembangunan
Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagai yang
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan Kesehatan
tersebut diselenggarakan dengan berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional (
SKN ) yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Sebagai pelaku dari pada penyelenggaraan pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, pemerintah ( pusat, provinsi, kabupaten/kota ),
badan legeslatif serta badan yudikatif. Dengan demikian dalam lingkungan
pemerintah baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus saling bahu
membahu secara sinergis melaksanakan pembangunan kesehatan yang terencana,
terpadu dan berkesinambungan dalam upaya bersama-sama mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Keberhasilan pembangunan Kesehatan berperan penting
dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk
mencapai keberhasilan dalam pembangunan bidang kesehatan tersebut diselenggarakan
berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Dalam hal
ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan merupakan
penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama di wilayah
kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya ( sebagai pusat
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga
serta pusat pelayanan kesehatan dasar ) berkewajiban mengupayakan, menyediakan
dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan yang berkwalitas dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan kesehatan Nasional yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi setiap orang.
Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah
ini ditentukan juga sebuah rumusan masalah, antara lain :
1.
Arti
mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kebidanan
2.
Dimensi
mutu
3.
Perbedaan
dimensi mutu
4.
Cara-
cara mengatasi perbedaan
5.
Manfaat
program menjaga mutu
1.2
Tujuan Makalah
Dalam
pembuatan makalah ini, tujuannya yaitu :
1.
Tujuan
Umum
Mahasiswa
fiharapkan mampu memahami konsep dasar mutu pelaynan kesehatan dan kebidanan
2. Tujuan khusus
a.
Mahasiswa mengerti
tentang pengertian mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan
b.
Mahasiswa mengerti
tentang mutu pelayanan kebidanan
c.
Mahasiswa mengerti
tentang dimensi mutu pelayanan kebidanan
d.
Mahasiswa mengerti
tentang presepsi mutu pelayanan kebidanan
e.
Mahasiswa mengerti
tentang manfaat jaminan mutu
1.4 Manfaat
Makalah
Manfaat
pembuatan makalah ini, yaitu :
1.
Untuk
pemenuhan tugas Mutu Pelayanan Kebidanan dan Kebijakan Kesehatan
2.
Untuk
mengetahui konsep dasar mutu pelayanan kesehatan dan mutu
pelayanan kebidanan.
3.
Untuk
sumber wacana bagi mahasiswa, dosen, dan pembaca lainnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN
KESEHATAN
2.1.1
Pengertian
Mutu
pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa
pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata
penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (
Azhrul Aswar,1996).
Mutu
pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan
pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan
meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan
dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
Secara umum
pengertian dimensi mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau
puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan
menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan
keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen. Jadi dimensi
mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan
kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien
sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain
dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Selain itu mutu
pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan
tanggap sesuai dengan kebutuhan dan ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan
segala sesuatu secara profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan
, dan peralatan yang memenuhi standar.
3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong
manager untuk mengatur staf dan pasien/ masyarakat yang baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik
agar memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang
masalah peayanan kesehatan seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar
dari diselenggaranya pelayanan kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar
tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa pelayanan
kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas ( client satisfaction
) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Jadi yang dimaksud
dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada ringkat pelayanan
kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna
kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun
pengertian mutu yang terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas ,
namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang
ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang,
tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu
sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah
memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan
profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
2.1.2
Dimensi Mutu
a. Dimensi Kompetensi Teknis
Dimensi kompetensi teknis
menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan
kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan
mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi
ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi
kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan
kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang
dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
b. Dimensi Keterjangkauan (Akses)
Dimensi keterjangkauan menyangkut
geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur
dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi,
dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh
layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima
atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya,
kepercayaan dan perilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar
biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan
itu diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau
konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa
atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
c. Dimensi Efektivitas
Layanan kesehatan harus efektif,
artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah
terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas
layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu
digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya
standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi,
sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas
agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi. Dimensi efektivitas
berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan
alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan
dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
d. Dimensi Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat
terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam
layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak
pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya
mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama dan menimbulkan resiko
yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan
efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
e. Dimensi Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan
kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya,
termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi
yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang
dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap,
akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat
terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.
f. Dimensi Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya
layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun
masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko
cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun
suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
g. Dimensi Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak
berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi
kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali
ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan
pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
h. Dimensi Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu
harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana
dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi
informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
i. Dimensi Ketepatan Waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan
harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang
tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat
(efisien).
j. Dimensi Hubungan Antarmanusia
Hubungan antarmanusia adalah
hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau
masyarakat (konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar
atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah,
LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan
kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia,
saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.
Dimensi yang sering digunakan :
1) Tangibles
Yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap
pelanggan harus diukur atau dibuat standarnya
2) Reliability
Yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan
pemberi jasa
3) Responsiveness
Yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan
penerima jasa
4) Assurance
Yaitu pengetahuan, kemampuan dan kesopanan pemberi
jasa untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan
5) Empathy
Yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima
jasa atau pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai
jasa
2.1.3 Persepsi Mutu
Setiap mereka yang
terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan,
dinas kesehatan, dan pemerintah
daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini
antara lain disebabkan oleh terdapatnya
perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
a. Bagi Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Masyarakat)
Pasien/ masyarakat melihat
layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat
memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan
dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta
mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat
penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang
berobat kembali. Pemberi layanan harus memahami status kesehatan dan
kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik masyarakat
tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat dalam menentukan
bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga
diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan
atau provider dengan pasien (masyarakat).
b. Bagi Pemberi Layanan Kesehatan
Pemberi layanan kesehatan
mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan ,
prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan
kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran
atau layanan kesehatan tersebut. Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhkan
dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung
lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan
yang bermutu tinggi.
c. Bagi Penyandang Dana Pelayanan Kesehatan
Penyandang dana / asuransi
mengangap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan
yang efisien dan efektif. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang
sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien.
Selanjutnya , upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar
pengguna layanan kesehatan semakin berkurang.
d. Bagi Pemilik Sarana Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan
berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan
yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan
pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh
pasien atau masyarakat , yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan
pasien masyarakat.
e. Bagi Administrator Layanan Kesehatan
Administrator layanan kesehatan
tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab
dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan
keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang
administator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul
persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa
dimensi nutu layanan kesehataan tertentu akan membantu administator layanan
kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi
kebutuhan dan harapan pasien , serta pemberi layanan kesehatan.
f. Bagi Ikatan Profesi
Keberhasilan
penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menimbulkan kepuasan
pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu
beban yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan
masyarakat akan berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan
kesehatan akan menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga bidan dapat
terhindar dari tuntutan pasien.
2.1.4 Cara – Cara Mengatasi Perbedaan
a.
Berfokus pada pelanggan
Yang
menentukan mutu barang dan jasa adalah pelanggan eksternal. Pelanggan internal
berperan dalam menentukan mutu manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan
dengan barang dan jasa.
b.
Obsesi terhadap mutu
Penentuan
akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu yang ditentukan
tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang telah
ditentukan.
c.
Pendekatan ilmiah
Terutama
untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah
yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut.
d.
Komitmen jangka panjang
Agar penerapan mutu dapat berhasil,
dibutuhkan budaya organisasi yang baru. Untuk itu, perlu ada komitmen jangka
panjang guna mengadakan perubahan budaya.
e.
Kerja sama tim
Kerja sama tim, kemitraan, dan hubungan
perlu terus-menerus dijalin dan dibina, baik antar aparatur antar organisasi
maupun dengan pihak luar (masyarakat).
f.
Perbaikan sistem secara berkesinambungan
Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses di
dalam suatu system atau lingkungan. System yang ada perlu diperbaiki secara
terus-menerus agar mutu yan dihasilkan lebih meningkat.
g.
Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan
dan pelatihan merupakan faktor yang mendasar (fundamental). Disini berlaku
prinsip belajar yang merupakan proses tiada akhir dan tidak mengenal batas
usia. (Efendi, Ferry. 2009).
B.
KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN
KEBIDANAN
2.2.1 Pengertian
Pelayanan kebidanan merupakan tugas yang
menjadi tanggung jawab praktek
profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak
dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga
dan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.
Terdapat beberapa definisi mutu yang dapat diterapkan dalam pelayanan
kebidanan yaitu:
1.
Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode
etik profesi yang telah ditetapkan (Azrul Azwar)
2.
Memenuhi
dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui peningkatan yang
berkelanjutan atas seluruh proses (Mary Z. Zimmerman).
3.
Tingkatan
di mana layanan kesehatan untuk individu atau penduduk mampu meningkatkan hasil
kesehatan yang diingin- kan dan konsisten dengan pengetahuan profesional saat
ini (Institute of Medicine, USA).
4.
Tingkatan dimana layanan yang diberikan
sesuai dengan persyaratan bagi layanan yang baik (Avedis Donabedian).
2.2.2
Dari beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan mutu pelayanan kebidanan adalah bentuk pelayanan kebidanan terbaik
yang memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan/pasien sesuai
dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan melalui peningkatan
yang berkelanjutan atas semua proses.
2.2.2Dimensi Mutu
Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang
bersifat multidimensi.
Dimensi
mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi:
a.
Dimensi
kompetensi teknis
Kompetensi teknis pelayanan kebidanan meliputi
ketrampilan, kemampuan dan penampilan atau kinerja provider. Dimensi ini
menitiberatkan pada kepatuhan provider dalam melaksanakan kinerja berdasarkan
standar pelayanan kebidanan yang telah ditentukan profesi. Tidak terpenuhinya
dimensi ini akan berakibat terhadap mutu pelayanan kebidanan.
b.
Dimensi
keterjangkauan atau akses
Dimensi ini mempunyai arti bahwa pelayanan kebidanan
harus dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa terhambat faktor
geografi, ekonomi dan sosial. Pelayanan kebidanan saat ini sudah mencapai
tempat terdekat dengan masyarakat, yaitu dengan penempatan bidan di desa
semenjak tahun 1998 dan adanya program pemerintah dalam jaminan kehamilan,
persalinan dan keluarga berencana (KB).
c.
Dimensi efektifitas
Pelayanan kebidanan harus efektif, artinya asuha
kebidaan yang diberikan harus mampu menangani kasus fisiologis kebidanan dan
mampu mendeteksi gejala patologis kebidanan dengan tepat. Efektifitas pelayanan
kebidanan ini tergantung dari penggunaan standar pelayanan kebidanan dengan
tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat.
d.
Dimensi efisiensi
Pelayanan kebidanan yang efisien dapat melayani lebih
banyak klien. Pelayanan kebidanan yang memenuhi standar peayanan umumnya tidak
mahal, nyaman bagi klien, waktu efektif dan menimbulkan risiko minimal bagi
klien.
e.
Dimensi kesinambungan
Kesinambungan pelayanan kebidanan artinya klien dapat
dilayani sesuai kebutuhannya, termasuk kebutuhan rujukan jika diperlukan. Klien
mempunyai akses ke pelayanan lanjutan jika diperlukan, termasuk riwayat
pelayanan kebidanan sebagai rujukan untuk pelayanan lanjutan.
f.
Dimensi keamanan
Dimensi keamanan artinya pelayanan kebidanan harus
aman, baik bagi provider maupun klien maupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan
kebidanan yang bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping,
atau bahaya lain. Misalnya asuhan persalinan, pasien maupun provider harus aman
dari asuhan yang dilaksanakan. Bagi klien harus aman ketika melahirkan baik ibu
maupun bayinya, sedangkan provider juga harus aman dari risiko yang diakibatkan
oleh karena pelayanan kebidanan.
g.
Dimensi
kenyamanan
Dimensi ini berhubungan dengan kepuasan klien sehingga
mendorong klien datang kembali ke tempat pelayanan kebidanan tersebut.
Kenyamanan atau kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan klien. Kenyamanan juga
terkait dengan penampilan fisik pelayanan kebidanan, provider, peralatan medis
dan nonmedis. Misalnya, tersedianya tempat tertutup pada saat pemeriksaan, AC, kebersihan
daat menimbulkan kenyamanan bagi kien.
h.
Dimensi
informasi
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus dapat
memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan
bagaimana pelayanan kebidanan itu akan/telah dilaksanakan.
i.
.Dimensi
ketepatan waktu
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus memperhatikan
ketepatan waktu dalam pelayanan serta efiektif dan efisien.
j.
.Dimensi
hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan
atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling
menghormati, responsif, memberi perhatian dan lain-lain. Hubungan antar manusia
ini merupakan interaksi yang positif antara provider dan klien. Dimensi
pelayanan kebidanan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat digunakan dalam
menganalisis masalah mutu pelayanan kebidanan yang sedang dihadapi dan kemudian
mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika terdapat
ketidakpuasan klien, maka analisis dilakukan pada setiap dimensi pelayanan
kebidanan. Peran utama sistem pelayanan kebidanan adalah selalu menjamin mutu
pelayanan dan selalu menngkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Semakin
meningkatnya perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan kebidanan, pemahaman
pendekatan jaminan mutu pelayanan menjadi semakin penting.
2.2.3
Persepsi Mutu
Setiap orang akan menilai mutu pelayanan kebidanan
berdasarkan standar
atau
karakteristik yang berbeda-beda, hal ini karena dipengaruhi oleh subjektivitas
orang-
orang yang berkepentingan dalam pelayanan kebidanan.
a.
Bagi pemakai
jasa pelayanan kebidanan
Klien/masyarakat (konsumen) melihat pelayanan
kebidanan yang bermutu sebagai suatu pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan
dan diselenggarakan
dengan
cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu mengatasi
permasalahannya. Persepsi klien/masyarakat yang merasa puas akan berpengaruh
dalam kepatuhan dan kunjungan ulang dalam pelayanan kebidanan. Provider harus
memahami status dan kebutuhan pelayanan kebidanan klien, mendidik dan
melibatkan masyarakat dalam menentukan cara efektif penyelenggaraan pelayanan
kebidanan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara
provider dengan klien/masyarakat.
b.
Bagi pemberi pelayanan kebidanan
Pemberi layanan kebidanan (provider) mengaitkan
pelayanan kebidanan yangcbermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja
atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan setiap pelayanan kebidanan
sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome)
atau hasil pelayanan kebidanan tersebut. Komitmen dan motivasi provider
bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.
c.
Bagi penyandang dana pelayanan kebidanan
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap
bahwa layanan kebidanan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang
efektif dan efisien. Klien diharapkan dapat pulih dalam waktu yang sesingkat
mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Upaya promosi dan
preventif lebih ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin
berkurang.
d.
Bagi pemilik sarana pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan pelayanan
yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan
pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh klien/masyarakat,
yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan
masyarakat.
e.
Bagi
administrator pelayanan kebidanan
Administrator dapat menyusun prioritas dalam
menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan klien/masyaraat serta
pemberi layanan kebidanan
2.2.4
Cara – Cara Mengatasi
Perbedaan
1. Memenuhi kebutuhan pasien
2.
Memenuhi pelayanan
yang di inginkan pasien.
3.
Memenuhi apa yang
dipikirkan pasien tentang pelayanan yang anda berikan.
4.
Membangun kebersamaan
antara pasien dan petugas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
5. Mengukur dan menilai pelayanan yang diberikan
6.
Mengukur dan menilai
apa yang dilakukan.
7.
Mengukur pengaruh
pelayanan yang diberikan terhadap kepuasan pasien.
8.
Mengukur dan menilai
variable yang penting guna perbaikan.
9. Memperbaiki proses pelayanan
10. Menyederhanakan memperbaiki proses terus menerus,
sesuai standar pelayanan.
11. Mengurangi kesalahan dan hasil yang buruk.
12. Meningkatkan mutu pemberi pelayanan
13. Integrasi tim untuk mengurangiduplikasi hasil
pekerjaan dan pemborosan sumberdaya.
14. Memberikan penghargaan, meningkatkan tanggung jawab,
dan kerjasama dalam pelayanan kesehatan.
15. Membentuk dan mmberdayakan GKM atau kelompok budaya
kerja.
16. Memenuhi (kuantitas) dan kualitas sarana dan prasarana
yang digunakan untuk melakukan pelayanan kesehatan. (Wijoyo, Djoko. 2008)
C.
MANFAAT PROGRAM MENJAGA MUTU
Pengertian Program
Menjaga Mutu
Program menjaga mutu adalah suatu
upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai
pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu
pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
Program menjaga mutu adalah suatu
program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau
dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang
tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan
berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of
Hospitals, 1988).
Manfaat Program
Jaminan Mutu
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan,
banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang
dimaksudkan adalah:
a. Dapat
lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat
hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara
penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program
menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat
serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan
secara benar.
b. Dapat
lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat
hubungannya dengan dapat dicegahnya pnyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau
karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah
standar akan dapat dicegah.
c. Dapat lebih
meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan
telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan
penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar
dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi
pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat
pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai
kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin
meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari
masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain
yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting,
karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada
peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Bentuk Program
Menjaga Mutu
a. Program
Menjaga Mutu Perspektif
Program menjaga mutu perspektif adalah program menjaga
mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk
ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur masukan serta lingkungan. Untuk
menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, perlulah diupayakan
unsur masukan dan lingkungan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Prinsip pokok program menjaga mutu perspektif sering dimanfaatkan dalam
menyusun peraturan perundang-undangan.
Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
1) Standarisasi
(standardization)
Untuk dapat menjamin
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkanlah standarisasi
institusi kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan
kepada institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan
adanya ketentuan tentang standarisasi, yang lazimnya mencakup tenaga dan saran,
dapatlah dihindarinya berfungsinya institusi kesehatan yang tidak memenuhi
syarat. Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu
yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
Telah disadari bahwa pertolongan
pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetric neonatal merupakan komponen
penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan di setiap
tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu
dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini untuk
penanganan keadaan tersebut, disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan
kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
- Standar
pelayanan umum (2 standar)
- Standar
pelayanan antenatal (6 standar)
- Standar
pertolongan persalinan (4 standar)
- Standar
pelayanan nifas (3 standar)
- Standar
penanganan kegawatdaruratan obstetric-neonatal (9 standar)
2) Perizinan (licensure)
Sekalipun standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti
mutu pelayanan kesehatan selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah
pelayanan kesehatan yang tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti dengan
perizinan yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan
pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga
pelaksana yang memenuhi persyaratan. Lisensi adalah proses administasi yang
dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang
diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan
mandiri.
Tujuan lisensi adalah sebagai berikut:
ü Tujuan umum lisensi:
Melindungi masyarakat dari pelayanan profesi.
ü Tujuan khusus lisensi: Memberi kejelasan batas
wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
Lisensi (perizinan) pada tenaga kesehatan ini juga
tercantum pada peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 Bab
III Pasal 4, yaitu:
a) Tenaga
kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin
dari Menteri.
b) Dikecualikan dari
pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan
masyarakat.
3) Sertifikasi (certification)
Sertifikasi adalah tindak lanjut
dari perizinan,yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi
kesehatan dan atau tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi persyaratan.
4) Akreditasi
(accreditation)
Akreditasi adalah bentuk lain
dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi
tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan
institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan. Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan
program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada
setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka.
b. Program Menjaga Mutu Konkuren
Yang dimaksud dengan Program
menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan
kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses,
yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang
dilakukan.
Program menjaga mutu konkuren
adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada
unsure proses, yakni menilai tindakan medis dan nonmedis yang dilakukan.
Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang
bermutu.Program menjaga mutu konkuren dinilai paling baik, namun paling sulit
dilaksanakan. Penyebab utamanya adalah karena adanya factor tentang rasa serta
‘bias’ pada waktu pengamatan. Seseorang akan cenderung lebih berhati-hati,
apabila mengetahui sedang diamati. Kecuali apabila pelayanan kesehatan tersebut
dilaksanakan oleh satu tim (team work), atau apabila telah tdrbentuk kelompok
kesejawatan .
Mutu pelayanan kesehatan
sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang
dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan
dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat
kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau
tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan
(input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya
mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan
untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan
sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.
c. Program Menjaga Mutu Retrospektif
Program menjaga mutu retrospektif
adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan
diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur
keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan. Jika penampilan
tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan
kesehtan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Karena program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan
setelah diselenggarakannya pelayanan kesehatan, maka objek program menjaga mutu
umumnya bersifat tidak langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan kesehatan,
atau pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif
adalah:
1) Review
rekam medis (record review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari
rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang
ingin dinilai, reviu rekam medis dapat dibedakan atas beberapa macam. Misalnya
drug usage review jika yang dinilai adalah penggunaan obat, dan atau surgical
case review jika yang dinilai adalah pelayanan pembedahan. Review merupakan
penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan
kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian
dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun
terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
2) Review
jaringan (tissue review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan (khusus untuk
bedah) dinilai dari jaringan pembedahan yang dilakukan. Apabila gambaran
patologi anatomi dari jaringan yang diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang
ditegakkan, maka berarti pelayanan bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan
yang bermutu.
3) Survei
klien (client survey)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari
pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Survai klien ini dapat dilakukan
secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap
pelayanan kesehatan, atau secara formal, dalam arti melakukan suatu survei yang
dirancang khusus. Survei dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview
secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur.
Misalnya : survei kepuasan pasien.
d. Program Menjaga Mutu Internal
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu internal
adalah bentuk kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan
Program Menjaga Mutu berada di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan. Untuk ini di dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut
dibentuklah suatu organisasi secara khusus diserahkan tanggung jawab akan
menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.
Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara
umum dapat dibedakan atas dua macam:
1) Para
pelaksana program menjaga mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam
pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang
dan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2) Para
pelaksana program menjga mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan (team based), jadi semacam gugus kendali mutu,sebagaimana
yang banyak dibentuk didunia industry.
Dari dua bentuk organisasi yang
dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena
sesungguhnya yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu
seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan itu sendiri.
e. Program Menjaga Mutu Eksternal
Pada bentuk ini kedudukan
organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada
diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini, biasanya
untuk suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu,
dibentuklah suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu, misalnya
suatu badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan
programnya, membentuk suatu unit program menjaga mutu, guna memantau, menilai
serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh berbagai institusipelayanan kesehatan yang tergabung dalam
program yang dikembangkannya.
Pada program menjaga
mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang
biasanya sulit diterima.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Adapun yang dapat disimpulkan dari pembahasan makalah ini, yaitu :
Mutu
layanan kesehatan adalah hasil
penilaian out come suatu proses pelayanan yang diberikan bersifat
multidimensional dan subjektif.
Mutu pelayanan
kebidanan adalah tingkat
kesempurnaan dan standar yang telah ditetapkan dalam memberikan pelayanan
kebidanan untuk mengurangi tingkat kematian.
Pelayanan kesehatan
yang bermutu adalah
pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang ditetapkan.
Persepsi mutu
merupakan label yang dipergunakan untuk menyimpulkan suatu himpunan dari aksi/
tindakan yang terlihat dan terkait dengan produk atau jasa. Manifestasinya
terlihat dari jawaban yang diberikan oleh pelanggan melalui pengisian kuisioner
tentang kepuasan pelanggan.
v
Dimensi mutu:
a. Kompetensi teknis
b. Akses terhadap pelayanan
c. Efektifitas
d. Hubungan antar individu
e. Efisiensi
f. Kesinambungan
g. Keamanan
h. Kenyamanan
2.1.1
Cara – Cara
Mengatasi Perbedaan
a.
Berfokus pada pelanggan
b.
Obsesi terhadap mutu
c.
Pendekatan ilmiah
d.
Komitmen jangka panjang
e.
Kerja sama tim
f.
Perbaikan sistem secara berkesinambungan
g.
Pendidikan dan pelatihan
v
Manfaat program
jaminan mutu:
o
Menyadarkan kembali
para petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan.
o
Pelayanan kesehatan
akan menjadi efisien dan efektif.
o
Menimbulkan rasa
kepuasan dan terlindungi.
o
Mampu bersaing dalam
masyarakat.
o
Mempermudah mendapat
akreditasi.
o
Telah melaksanakan
amanat UU No. 23/1992.
v
Prinsip pokok program
menjaga mutu persfektif
a. Standardisasi
b. Perizinan
c. Sertifikasi
d. Akreditasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar