Rabu, 26 April 2017

konsep dasar pelayanan kesehatan dan pelayanan kebidanan

Rabu, 26 April 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1                         Latar Belakang
      Bidang kesehatan yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, yakni antara lain bidang perumahsakitan, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan dan asuransi kesehatan.
Di bidang perumahsakitan misalnya, manajemen pelayanan kesehatan belum efisien. Mutunya masih relatif rendah. Disinilah justru letak keunggulan rumah sakit swasta asing yang telah terbiasa bekerja dengan sistem manajemen profesional. Kehadiran rumah sakit swasta asing akan menguntungkan kelompok konsumen tertentu karena mempunyai lebih banyak pilihan pelayanan kesehatan yang kian bermutu, namun rumah sakit swasta nasional akan tersaingi dan kesenjangan pelayanan kesehatan antara kelompok yang mampu dan yang kurang mampu akan menjadi lebih lebar.
Oleh karena itu upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah langkah terpenting untuk meningkatkan daya saing usaha Indonesia di sektor kesehatan. Hal ini tidak ringan karena peningkatan mutu tersebut bukan hanya untuk rumah sakit saja tetapi berlaku untuk semua tingkatan pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas Pembantu dan Puskesmas, baik di fasilitas pemerintahan maupun swasta.
Peningkatan kualitas pelayanan adalah salah satu isu yang sangat krusial dalam manajemen, baik dalam sektor pemerintah maupun sektor swasta. Hal ini terjadi karena di satu sisi tuntunan masyarakat terhadap perbaikan kualitas pelayanan dari tahun ke tahun menjadi semakin besar, sedangkan disisi lain, praktek penyelenggaraan pelayanan tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia diamanatkan bahwa Kesehatan merupakan salah satu aspek dari hak asasi manusia, yaitu sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 H ayat (1) : “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pembangunan Kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum sebagai yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Pembangunan Kesehatan tersebut diselenggarakan dengan berdasarkan kepada Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ) yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sebagai pelaku dari pada penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah masyarakat, pemerintah ( pusat, provinsi, kabupaten/kota ), badan legeslatif serta badan yudikatif. Dengan demikian dalam lingkungan pemerintah baik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus saling bahu membahu secara sinergis melaksanakan pembangunan kesehatan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan dalam upaya bersama-sama mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Keberhasilan pembangunan Kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia. Untuk mencapai keberhasilan dalam pembangunan bidang kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Dalam hal ini Puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang pertama di wilayah kerjanya masing-masing. Puskesmas sesuai dengan fungsinya ( sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga serta pusat pelayanan kesehatan dasar ) berkewajiban mengupayakan, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkwalitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan Nasional yaitu terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang.
Rumusan Masalah
          Dalam pembuatan makalah ini ditentukan juga sebuah rumusan masalah, antara lain :
1.      Arti mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kebidanan
2.      Dimensi mutu
3.      Perbedaan dimensi mutu
4.      Cara- cara mengatasi perbedaan
5.      Manfaat program menjaga mutu



1.2                         Tujuan Makalah
          Dalam pembuatan makalah ini, tujuannya yaitu :
1.      Tujuan Umum
      Mahasiswa fiharapkan mampu memahami konsep dasar mutu pelaynan kesehatan dan kebidanan
2.      Tujuan khusus
a.     Mahasiswa mengerti tentang pengertian mutu pelayanan kesehatan dan kebidanan
b.     Mahasiswa mengerti tentang mutu pelayanan kebidanan
c.     Mahasiswa mengerti tentang dimensi mutu pelayanan kebidanan
d.     Mahasiswa mengerti tentang presepsi mutu pelayanan kebidanan
e.     Mahasiswa mengerti tentang manfaat jaminan mutu

1.4  Manfaat Makalah
Manfaat pembuatan makalah ini, yaitu :
1.      Untuk pemenuhan tugas Mutu Pelayanan Kebidanan dan Kebijakan Kesehatan
2.      Untuk mengetahui konsep dasar mutu pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan kebidanan.
3.      Untuk sumber wacana bagi mahasiswa, dosen, dan pembaca lainnya




BAB II
PEMBAHASAN

A.   KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KESEHATAN
2.1.1        Pengertian
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi ( Azhrul Aswar,1996).
Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan (Mary R. Zimmerman).
Secara umum pengertian dimensi mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta masyarakat konsumen. Jadi dimensi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1.      Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai dengan kebutuhan dan ramah.
2.      Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan peralatan yang memenuhi standar.
3.      Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk mengatur staf dan pasien/ masyarakat yang baik.
4.      Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan kesehatan seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari diselenggaranya pelayanan kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa pelayanan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas ( client satisfaction ) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada ringkat pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan keputusan ini telah diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu sering pula ditemukan pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap tidak terpenuhi.
2.1.2           Dimensi Mutu
a.       Dimensi Kompetensi Teknis
Dimensi kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, penampilan atau kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi ini berhubungan dengan bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang meliputi ketepatan, kepatuhan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai pada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
b.    Dimensi Keterjangkauan (Akses)
Dimensi keterjangkauan menyangkut geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografis diukur dengan jarak, lamanya perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang memperoleh layanan kesehatan. Akses sosial atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara sosial atau nilai budaya, kepercayaan dan perilaku. Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan kesehatan itu diatur hingga dapat memberikan kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen. Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang dapat dipahami oleh pasien.
c.    Dimensi Efektivitas
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit dan berkembang/meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi.  Dimensi efektivitas berhubungan erat dengan dimensi kompetensi teknis terutama dalam pemilihan alternatif dalam menghadapi relative risk dan ketrampilan dalam mengikuti prosedur yang terdapat dalam standar layanan kesehatan.
d.   Dimensi Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh karena itu dimensi efisiensi kesehatan sangat penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak efisien umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama dan menimbulkan resiko yang lebih besar pada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas kita dapat memilih intervensi yang paling efisien.
e.    Dimensi Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai dengan kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana dengan tepat, waktu dan tempatnya.

f.     Dimensi Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
g.    Dimensi Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
h.    Dimensi Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa. Siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas dan rumah sakit.
i.      Dimensi Ketepatan Waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan harus dilakukan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh pemberi layanan yang tepat, menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta biaya yang tepat (efisien).
j.      Dimensi Hubungan Antarmanusia
Hubungan antarmanusia adalah hubungan antara pemberi layanan kesehatan (provider) dengan pasien atau masyarakat (konsumen), antar sesama pemberi layanan kesehatan, antar atasan-bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat dan lain-lain. Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan dan kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian, dan lain-lain.



Dimensi yang sering digunakan :
1)        Tangibles
Yaitu bahwa dalam memberikan pelayana terhadap pelanggan harus diukur atau dibuat standarnya
2)        Reliability
Yaitu konsistensi kerja pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa
3)        Responsiveness
Yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan penerima jasa
4)        Assurance
Yaitu pengetahuan, kemampuan dan kesopanan pemberi jasa untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan
5)        Empathy
Yaitu pengertian dari pihak pemberi jasa pada penerima jasa atau pemahaman atau pemberi jasa terhadap kebutuhan dengan harapan pemakai jasa
2.1.3  Persepsi Mutu
Setiap mereka yang terlibat dalam layanan kesehatan seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai persepsi yang berbeda tentang unsur penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh terdapatnya perbedaan latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan.
a.       Bagi Pemakai Jasa Pelayanan Kesehatan (Masyarakat)
Pasien/ masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakan dan diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap serta mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit. Pandangan pasien ini sangat penting karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali.  Pemberi layanan harus memahami status kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan kesehatan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider dengan pasien (masyarakat).
b.    Bagi Pemberi Layanan Kesehatan
Pemberi layanan kesehatan mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan , prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran atau layanan kesehatan tersebut. Sebagai profesi layanan kesehatan membutuhkan dan mengharapkan adanya dukungan teknis, administrasi, dan layananan pendukung lainnya yang efektif serta efisien dalam menyelenggarakan layanan kesehatan yang bermutu tinggi.
c.    Bagi Penyandang Dana Pelayanan Kesehatan
Penyandang dana / asuransi mengangap bahwa layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien diharapkan dapat disembuhkan dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat menjadi efisien. Selanjutnya , upaya promosi kesehatan pencegahan penyakit akan digalakkan agar pengguna layanan kesehatan semakin berkurang.
d.   Bagi Pemilik Sarana Layanan Kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih terjangkau oleh pasien atau masyarakat , yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien masyarakat.
e.    Bagi Administrator Layanan Kesehatan
Administrator layanan kesehatan tidak langsung memberikan layanan kesehatan , tetapi ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi, kebutuhan keuangan dan logistik akan memberikan suatu tantangan dan terkadang administator layanan kesehatan kurang memperhatikan prioritas sehingga timbul persoalan dalam layanan kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi nutu layanan kesehataan tertentu akan membantu administator layanan kesehatan dalam menyusun prioritas dan dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien , serta pemberi layanan kesehatan.
f.     Bagi Ikatan Profesi
Keberhasilan penerapan pendekatan jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menimbulkan kepuasan pasien. Dengan demikian, tugas pelayanan kesehatan selama ini dianggap suatu beban yang berat dan ada kalanya disertai dengan keluhan / kritikan pasien dan masyarakat akan berubah menjadi suatu kepuasan kerja. Jaminan mutu pelayanan kesehatan akan menghindarkan terjadinya malpraktik sehingga bidan dapat terhindar dari tuntutan pasien.
2.1.4    Cara – Cara Mengatasi Perbedaan
a.       Berfokus pada pelanggan
Yang menentukan mutu barang dan jasa adalah pelanggan eksternal. Pelanggan internal berperan dalam menentukan mutu manusia, proses dan lingkungan yang berhubungan dengan barang dan jasa.
b.      Obsesi terhadap mutu
Penentuan akhir mutu adalah pelanggan internal dan eksternal. Dengan mutu yang ditentukan tersebut, organisasi harus berusaha memenuhi atau melebihi yang telah ditentukan.
c.       Pendekatan ilmiah
Terutama untuk merancang pekerjaan dan proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang dirancang tersebut.
d.      Komitmen jangka panjang
Agar penerapan mutu dapat berhasil, dibutuhkan budaya organisasi yang baru. Untuk itu, perlu ada komitmen jangka panjang guna mengadakan perubahan budaya.
e.       Kerja sama tim
Kerja sama tim, kemitraan, dan hubungan perlu terus-menerus dijalin dan dibina, baik antar aparatur antar organisasi maupun dengan pihak luar (masyarakat).
f.       Perbaikan sistem secara berkesinambungan
Setiap barang dan jasa dihasilkan melalui proses di dalam suatu system atau lingkungan. System yang ada perlu diperbaiki secara terus-menerus agar mutu yan dihasilkan lebih meningkat.
g.      Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang mendasar (fundamental). Disini berlaku prinsip belajar yang merupakan proses tiada akhir dan tidak mengenal batas usia. (Efendi, Ferry. 2009).


B.   KONSEP DASAR MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
2.2.1       Pengertian
Pelayanan kebidanan merupakan tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.
Terdapat beberapa definisi mutu yang dapat diterapkan dalam pelayanan kebidanan yaitu:
1.      Pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azrul Azwar)
2.       Memenuhi dan melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas seluruh proses (Mary Z. Zimmerman).
3.       Tingkatan di mana layanan kesehatan untuk individu atau penduduk mampu meningkatkan hasil kesehatan yang diingin- kan dan konsisten dengan pengetahuan profesional saat ini (Institute of Medicine, USA).
4.      Tingkatan dimana layanan yang diberikan sesuai dengan persyaratan bagi layanan yang baik (Avedis Donabedian).
2.2.2     
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan mutu pelayanan kebidanan adalah bentuk pelayanan kebidanan terbaik yang memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan/pasien sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas semua proses.
2.2.2Dimensi Mutu
Mutu pelayanan kebidanan adalah mutu jasa yang bersifat multidimensi.
Dimensi mutu pelayanan kebidanan berdasarkan L.D. Brown meliputi:
a.       Dimensi kompetensi teknis
Kompetensi teknis pelayanan kebidanan meliputi ketrampilan, kemampuan dan penampilan atau kinerja provider. Dimensi ini menitiberatkan pada kepatuhan provider dalam melaksanakan kinerja berdasarkan standar pelayanan kebidanan yang telah ditentukan profesi. Tidak terpenuhinya dimensi ini akan berakibat terhadap mutu pelayanan kebidanan.
b.      Dimensi keterjangkauan atau akses
Dimensi ini mempunyai arti bahwa pelayanan kebidanan harus dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat tanpa terhambat faktor geografi, ekonomi dan sosial. Pelayanan kebidanan saat ini sudah mencapai tempat terdekat dengan masyarakat, yaitu dengan penempatan bidan di desa semenjak tahun 1998 dan adanya program pemerintah dalam jaminan kehamilan, persalinan dan keluarga berencana (KB).
c.        Dimensi efektifitas
Pelayanan kebidanan harus efektif, artinya asuha kebidaan yang diberikan harus mampu menangani kasus fisiologis kebidanan dan mampu mendeteksi gejala patologis kebidanan dengan tepat. Efektifitas pelayanan kebidanan ini tergantung dari penggunaan standar pelayanan kebidanan dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat.
d.       Dimensi efisiensi
Pelayanan kebidanan yang efisien dapat melayani lebih banyak klien. Pelayanan kebidanan yang memenuhi standar peayanan umumnya tidak mahal, nyaman bagi klien, waktu efektif dan menimbulkan risiko minimal bagi klien.
e.        Dimensi kesinambungan
Kesinambungan pelayanan kebidanan artinya klien dapat dilayani sesuai kebutuhannya, termasuk kebutuhan rujukan jika diperlukan. Klien mempunyai akses ke pelayanan lanjutan jika diperlukan, termasuk riwayat pelayanan kebidanan sebagai rujukan untuk pelayanan lanjutan.
f.       Dimensi keamanan
Dimensi keamanan artinya pelayanan kebidanan harus aman, baik bagi provider maupun klien maupun masyarakat sekitarnya. Pelayanan kebidanan yang bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain. Misalnya asuhan persalinan, pasien maupun provider harus aman dari asuhan yang dilaksanakan. Bagi klien harus aman ketika melahirkan baik ibu maupun bayinya, sedangkan provider juga harus aman dari risiko yang diakibatkan oleh karena pelayanan kebidanan.

g.      Dimensi kenyamanan
Dimensi ini berhubungan dengan kepuasan klien sehingga mendorong klien datang kembali ke tempat pelayanan kebidanan tersebut. Kenyamanan atau kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan klien. Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik pelayanan kebidanan, provider, peralatan medis dan nonmedis. Misalnya, tersedianya tempat tertutup pada saat pemeriksaan, AC, kebersihan daat menimbulkan kenyamanan bagi kien.
h.      Dimensi informasi
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana pelayanan kebidanan itu akan/telah dilaksanakan.
i.        .Dimensi ketepatan waktu
Pelayanan kebidanan yang bermutu harus memperhatikan ketepatan waktu dalam pelayanan serta efiektif dan efisien.
j.        .Dimensi hubungan antar manusia
Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsif, memberi perhatian dan lain-lain. Hubungan antar manusia ini merupakan interaksi yang positif antara provider dan klien. Dimensi pelayanan kebidanan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat digunakan dalam menganalisis masalah mutu pelayanan kebidanan yang sedang dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika terdapat ketidakpuasan klien, maka analisis dilakukan pada setiap dimensi pelayanan kebidanan. Peran utama sistem pelayanan kebidanan adalah selalu menjamin mutu pelayanan dan selalu menngkatkan mutu pelayanan yang diberikan. Semakin meningkatnya perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan kebidanan, pemahaman pendekatan jaminan mutu pelayanan menjadi semakin penting.

2.2.3    Persepsi Mutu
Setiap orang akan menilai mutu pelayanan kebidanan berdasarkan standar
atau karakteristik yang berbeda-beda, hal ini karena dipengaruhi oleh subjektivitas
orang- orang yang berkepentingan dalam pelayanan kebidanan.
a.       Bagi pemakai jasa pelayanan kebidanan
Klien/masyarakat (konsumen) melihat pelayanan kebidanan yang bermutu sebagai suatu pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan diselenggarakan
dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu mengatasi permasalahannya. Persepsi klien/masyarakat yang merasa puas akan berpengaruh dalam kepatuhan dan kunjungan ulang dalam pelayanan kebidanan. Provider harus memahami status dan kebutuhan pelayanan kebidanan klien, mendidik dan melibatkan masyarakat dalam menentukan cara efektif penyelenggaraan pelayanan kebidanan, sehingga diperlukan suatu hubungan yang saling percaya antara provider dengan klien/masyarakat.
b.       Bagi pemberi pelayanan kebidanan
Pemberi layanan kebidanan (provider) mengaitkan pelayanan kebidanan yangcbermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan setiap pelayanan kebidanan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil pelayanan kebidanan tersebut. Komitmen dan motivasi provider bergantung pada kemampuannya dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal.
c.        Bagi penyandang dana pelayanan kebidanan
Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kebidanan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efektif dan efisien. Klien diharapkan dapat pulih dalam waktu yang sesingkat mungkin sehingga biaya pengobatan dapat menjadi efisien. Upaya promosi dan preventif lebih ditingkatkan agar layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.
d.       Bagi pemilik sarana pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan yang bermutu merupakan pelayanan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif yang masih terjangkau oleh klien/masyarakat, yaitu pada tingkat biaya yang tidak mendapat keluhan dari pasien dan masyarakat.
e.       Bagi administrator pelayanan kebidanan
Administrator dapat menyusun prioritas dalam menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan klien/masyaraat serta pemberi layanan kebidanan

2.2.4         Cara – Cara Mengatasi Perbedaan
1.      Memenuhi kebutuhan pasien
2.      Memenuhi pelayanan yang di inginkan pasien.
3.      Memenuhi apa yang dipikirkan pasien tentang pelayanan yang anda berikan.
4.      Membangun kebersamaan antara pasien dan petugas terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
5.    Mengukur dan menilai pelayanan yang diberikan
6.      Mengukur dan menilai apa yang dilakukan.
7.      Mengukur pengaruh pelayanan yang diberikan terhadap kepuasan pasien.
8.      Mengukur dan menilai variable yang penting guna perbaikan.
9.      Memperbaiki proses pelayanan
10.  Menyederhanakan memperbaiki proses terus menerus, sesuai standar pelayanan.
11.  Mengurangi kesalahan dan hasil yang buruk.
12.  Meningkatkan mutu pemberi pelayanan
13.  Integrasi tim untuk mengurangiduplikasi hasil pekerjaan dan pemborosan sumberdaya.
14.  Memberikan penghargaan, meningkatkan tanggung jawab, dan kerjasama dalam pelayanan kesehatan.
15.  Membentuk dan mmberdayakan GKM atau kelompok budaya kerja.
16.  Memenuhi (kuantitas) dan kualitas sarana dan prasarana yang digunakan untuk melakukan pelayanan kesehatan. (Wijoyo, Djoko. 2008)

C.                MANFAAT PROGRAM MENJAGA MUTU
*      Pengertian Program Menjaga Mutu
Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989).
Program menjaga mutu adalah suatu program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Joint Commission on Acreditation of  Hospitals, 1988).

*      Manfaat Program Jaminan Mutu
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
a.    Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
b.    Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pnyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
c.  Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
d. Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan.


*      Bentuk Program Menjaga Mutu
a.    Program Menjaga Mutu Perspektif
Program menjaga mutu perspektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan sebelum pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur masukan serta lingkungan. Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, perlulah diupayakan unsur masukan dan lingkungan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Prinsip pokok program menjaga mutu perspektif sering dimanfaatkan dalam menyusun peraturan perundang-undangan.
Beberapa diantaranya yang terpenting adalah :
1)   Standarisasi (standardization)
Untuk dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, ditetapkanlah standarisasi institusi kesehatan. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan. Dengan adanya ketentuan tentang standarisasi, yang lazimnya mencakup tenaga dan saran, dapatlah dihindarinya berfungsinya institusi kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan.
Telah disadari bahwa pertolongan pertama/penanganan kegawatdaruratan obstetric neonatal merupakan komponen penting dan merupakan bagian tak terpisahkan dari pelayanan kebidanan di setiap tingkat pelayanan. Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka angka kematian ibu dapat diturunkan. Berdasarkan itu, standar pelayanan kebidanan ini untuk penanganan keadaan tersebut, disamping standar untuk pelayanan kebidanan dasar.
Dengan demikian ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut:
-       Standar pelayanan umum (2 standar)
-       Standar pelayanan antenatal (6 standar)
-       Standar pertolongan persalinan (4 standar)
-       Standar pelayanan nifas (3 standar)
-       Standar penanganan kegawatdaruratan obstetric-neonatal (9 standar)


2)   Perizinan (licensure)
Sekalipun standarisasi telah terpenuhi, bukan lalu berarti mutu pelayanan kesehatan selalu dapat dipertanggung jawabkan. Untuk mencegah pelayanan kesehatan yang tidak bermutu, standarisasi perlu diikuti dengan perizinan yang lazimnya ditinjau secara berkala. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya diberikan kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang memenuhi persyaratan. Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri.
Tujuan lisensi adalah sebagai berikut:
ü Tujuan umum lisensi: Melindungi masyarakat dari pelayanan profesi.
ü Tujuan khusus lisensi: Memberi kejelasan batas wewenang dan menetapkan sarana dan prasarana.
Lisensi (perizinan) pada tenaga kesehatan ini juga tercantum pada peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1996 Bab III Pasal  4, yaitu:
a)    Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
b)   Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.
3)   Sertifikasi (certification)
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan,yakni memberikan sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksanan yang benar-benar memenuhi persyaratan.
4)   Akreditasi (accreditation)
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang lebih tinggi. Lazimnya akreditasi tersebut dilakukan secara bertingkat, yakni yang sesuai dengan kemampuan institusi kesehatan dan atau tenaga pelaksana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka.



b.       Program Menjaga Mutu Konkuren
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.
Program menjaga mutu konkuren adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan bersamaan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsure proses, yakni menilai tindakan medis dan nonmedis yang dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu.Program menjaga mutu konkuren dinilai paling baik, namun paling sulit dilaksanakan. Penyebab utamanya adalah karena adanya factor tentang rasa serta ‘bias’ pada waktu pengamatan. Seseorang akan cenderung lebih berhati-hati, apabila mengetahui sedang diamati. Kecuali apabila pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan oleh satu tim (team work), atau apabila telah tdrbentuk kelompok kesejawatan .
Mutu pelayanan kesehatan sebenarnya menunjuk pada penampilan (performance) dari pelayanan kesehatan yang dikenal dengan Keluaran (output) yaitu hasil akhir kegiatan dari tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun sebaliknya. Sedangkan baik atau tidaknya keluaran tersebut sangat dipengaruhi oleh proses (process), masukan (input) dan lingkungan (environment). Maka jelaslah bahwa baik atau tidaknya mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur tersebut, dan untuk menjamin baiknya mutu pelayanan kesehatan ketiga unsur harus diupayakan sedemikian rupa agar sesuai dengan standar dan atau kebutuhan.

c.        Program Menjaga Mutu Retrospektif
Program menjaga mutu retrospektif adalah program menjaga mutu yang dilaksanakan setelah pelayanan kesehatan diselenggarakan. Pada bentuk ini, perhatian utama lebih ditujukan pada unsur keluaran, yakni menilai pemanpilan peleyanan kesehatan. Jika penampilan tersebut berada dibawah standar yang telah ditetapkan, maka berarti pelayanan kesehtan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Karena program menjaga mutu retrospektif dilaksanakan setelah diselenggarakannya pelayanan kesehatan, maka objek program menjaga mutu umumnya bersifat tidak langsung. Dapat berupa hasil dari pelayanan kesehatan, atau pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan.
Beberapa contoh program menjaga mutu retrospektif adalah:
1)      Review rekam medis (record review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari rekam medis yang dipergunakan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan. Tergantung dari masalah yang ingin dinilai, reviu rekam medis dapat dibedakan atas beberapa macam. Misalnya drug usage review jika yang dinilai adalah penggunaan obat, dan atau surgical case review jika yang dinilai adalah pelayanan pembedahan. Review merupakan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, penggunaan sumber daya, laporan kejadian/kecelakaan seperti yang direfleksikan pada catatan-catatan. Penilaian dilakukan baik terhadap dokumennya sendiri apakah informasi memadai maupun terhadap kewajaran dan kecukupan dari pelayanan yang diberikan.
2)      Review jaringan (tissue review)
Disini penampilan pelayanan kesehatan (khusus untuk bedah) dinilai dari jaringan pembedahan yang dilakukan. Apabila gambaran patologi anatomi dari jaringan yang diangkat telah sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan, maka berarti pelayanan bedah tersebut adalah pelayanan kesehatan yang bermutu.
3)      Survei klien (client survey)
Disini penampilan pelayanan kesehatan dinilai dari pandangan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Survai klien ini dapat dilakukan secara informal, dalam arti melangsungkan tanya jawab setelah usainya setiap pelayanan kesehatan, atau secara formal, dalam arti melakukan suatu survei yang dirancang khusus. Survei dapat dilaksanakan melalui kuesioner atau interview secara langsung maupun melalui telepon, terstruktur atau tidak terstruktur. Misalnya : survei kepuasan pasien.

d.       Program Menjaga Mutu Internal
Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu internal adalah bentuk kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.
Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:
1)        Para pelaksana program menjaga mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu.
2)        Para pelaksana program menjga mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based), jadi semacam gugus kendali mutu,sebagaimana yang banyak dibentuk didunia industry.
Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri.

e.        Program Menjaga Mutu Eksternal
Pada bentuk ini kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini, biasanya untuk suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu, misalnya suatu badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan programnya, membentuk suatu unit program menjaga mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai institusipelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang dikembangkannya.
Pada program menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit diterima.
           



BAB III
PENUTUP

3.1                         Kesimpulan
Adapun yang dapat disimpulkan dari pembahasan makalah ini, yaitu :
   Mutu layanan kesehatan adalah hasil penilaian out come suatu proses pelayanan yang diberikan bersifat multidimensional dan subjektif.
Mutu pelayanan kebidanan adalah tingkat kesempurnaan dan standar yang telah ditetapkan dalam memberikan pelayanan kebidanan untuk mengurangi tingkat kematian.
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang ditetapkan.

Persepsi mutu merupakan label yang dipergunakan untuk menyimpulkan suatu himpunan dari aksi/ tindakan yang terlihat dan terkait dengan produk atau jasa. Manifestasinya terlihat dari jawaban yang diberikan oleh pelanggan melalui pengisian kuisioner tentang kepuasan pelanggan.
v  Dimensi mutu:
a.     Kompetensi teknis
b.    Akses terhadap pelayanan
c.     Efektifitas
d.    Hubungan antar individu
e.     Efisiensi
f.     Kesinambungan
g.    Keamanan
h.    Kenyamanan

2.1.1            Cara – Cara Mengatasi Perbedaan
a.    Berfokus pada pelanggan
b.    Obsesi terhadap mutu
c.    Pendekatan ilmiah
d.    Komitmen jangka panjang
e.    Kerja sama tim
f.     Perbaikan sistem secara berkesinambungan
g.    Pendidikan dan pelatihan

v  Manfaat program jaminan mutu:
o    Menyadarkan kembali para petugas kesehatan dalam pelayanan kesehatan.
o    Pelayanan kesehatan akan menjadi efisien dan efektif.
o    Menimbulkan rasa kepuasan dan terlindungi.
o    Mampu bersaing dalam masyarakat.
o    Mempermudah mendapat akreditasi.
o    Telah melaksanakan amanat UU No. 23/1992.

v  Prinsip pokok program menjaga mutu persfektif
a.     Standardisasi
b.    Perizinan
c.     Sertifikasi

d.    Akreditasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar